Sahabat yang budiman! Menurut Ki Hadjar Dewantara (KHD) sumber belajar dibedakan menjadi tiga, yaitu Keluarga, sekolah, dan masyarakat , yang sering pula disebut sebagai Tripusat Pendidikan. Tri pusat pendidikan merupakan wahana dimana peserta didik belajar dan mengaplikasikan hasil belajarnya. Namun sayangnya, ide yang dicetuskan oleh Ki Hajar Dewantara pada tahun 1920 saat ini telah luntur, hancur, lebur dan kabur seiring dengan perkembangan zaman.
Pendekatan dan metode asah asih asuh sekarang banyak digantikan oleh orang lain yang pada dasarnya bukan orang yang seharusnya melakukan metode ini, akibatnya timbullah ketimpangan disana sini. Saat inilah kita harus bangkit kembali menyatukan dan menyinergikan tripusat pendidikan: keluarga, sekolah, dan masyarakat untuk bertindak secara simultan serta meneguhkan kembali Ing ngarsa sung tuladha; Ing madya mangun karsa; dan Tut wuri handayani dalam pendidikan.
a. Keluarga
Sahabat yang budiman! Lingkungan keluarga sebagai unit terkecil dari suatu masyarakat, sangat penting artinya dalam pembinaan masyarakat bangsa. Apabila tiap-tiap keluarga hidup tenteram dan bahagia, maka dengan sendirinya masyarakat yang terdiri dari keluarga-keluarga yang berbagahagia itu akan bahagia dan aman teteram pula.
Keluarga mempunyai peran kunci dalam membentuk dan mengembangkan ketaqwaan, karakter, watak, kepribadian, budi pekerti, dan sopan-santun berdasarkan nilai-nilai yang terkandung dalam kearifan lokal. Semua agama pasti mengajarkan hal yang sama. Agama Islam memandang bahwa keluarga mempunyai pengaruh yang paling dominan dalam pembentukan kepribadian anak.
Sahabat yang budiman! Beberapa alasan yang menguatkan bahwa pembentukan kepribadian anak berasal dari keluarga adalah: 1) tanggung jawab orang tua pada anak bukan hanya bersifat duniawi, melainkan ukhrowi dan teologis; 2) orang tua disamping memberikan pengaruh yang bersifat empiris setiap hari, juga memberikan pengaruh hereditas dan genesitas, yakni bakat dan pembawaan serta hubungan darah yang melekat pada diri anak; 3) Kedua anak lebih banyak tinggal atau berada di rumah dibandingkan dengan di luar rumah; 4) orang tua atau keluarga sebagai yang lebih dahulu memberikan pengaruh, dan pengaruh yanglebih dahulu ini pengaruhnya lebih kuat dibandingkan dengan pengaruh yang datang belakangan.
Dengan demikian sudah selayaknya dan selazimnya keluarga (ayah/ibu) memberikan pendidikan dan pengawasan yang cukup ketat terhadap anak dengan tetap memperhatikan psikologi perkembangan dan pertumbuhannya.
b. Sekolah
Sahabat yang budiman! Lingkungan sekolah adalah kelanjutan dari lingkungan rumah tangga. Di lingkungan sekolah ini, tugas pendidikan diserahkan kepada guru, mu’allim atau ulama. Di sekolah seorang anak mendapatkan berbagai informasi tentang ilmu pengetahuan serta ketrampilan yang diperlukan dalam kehidupannya. Jika orang tua mengajar dan mendidik di rumah, maka seorang guru mengajarkan ilmunya di sekolah atau di majelis-majelis ilmu, atau di rumah-rumah yang memungkinkan untuk menyelenggrakan pendidikan dan pengajaran.
Sahabat yang budiman! Sekolah mempunyai peran sentral dalam membekali peserta didik yang berkaitan dengan IPTEKS yang diimbangi dengan pembentukan dan pengembangan karakter mulia. Untuk menghasilkan pembelajaran yang bermakna, guru bidang studi perlu mengintegrasikan earifan lokal dan latar belakang sosioekonomi kultural peserta didik. Selain itu, sejumlah kebijakan pendidikan yang berkaitan langsung dengan teknis proses pembelajaran perlu dikaji ulang dan direstrukturisasi (misalnya jumlah jam mengajar guru yang mencapai 24-40 jam pelajaran per minggu).
c. Masyarakat
Sahabat yang budiman! Lingkungan masyarakat, pada hakikatnya adalah kumpulan dari keluarga yang antara satu dan lainnya terkait oleh tata nilai atau aturan baik yang tertulis maupun tidak tertulis. Masyarakat merupakan wahana interaksi sosial yang mempunyai dampak besar dalam pengembangan dan pemberdayaan potensi peserta didik yang sekaligus tempat mengimplementasikan apa yang didapatkan di keluarga dan sekolah.
Di dalam masyarakat ada beberapa organisasi, lembaga, institusi, perkumpulan, asosiasi yang itu semua merupakan wadah dan peluang untuk memperoleh pengalaman empiris yang kelak akan berguna bagi kehidupannya di masa depan. Oleh karenanya seharusnya berbagai kegiatan sosial kemasyarakatan harus berorientasi pada pengembangan dan pemberdayaan potensi peserta didik untuk mengatasi permasalahan kualitas dan relevansi pendidikan yang menjadikan rendahnya daya saing lulusan.
Sahabat yang budiman! Hal ini menunjukkan perlunya kerjasama yang sinergis antara lembaga pendidikan formal dengan stakeholders (pengguna lulusan dan atau satuan tingkat pendidikan yang lebih tinggi) yang dapat memetakan kebutuhan dan kompetensi lulusan. Menuju Pendidikan yang Bermakna Pendidikan yang sesuai dengan karakteristik peserta didik dan bermanfaat bagi kehidupannya, sesuai dengan sosioekonomi kultural peserta didik adalah pendidikan yang bermakna.
Pendidikan yang bermakna merupakan proses pemberdayaan intelektual, emosional, sosial, spiritual, memberdayakan peserta didik untuk dapat berdiri tanpa merampas hak peserta didik lainnya11 sehinga peserta didik akan menjadi insan yang mandiri, berkarakter, taqwa, dan cendekia yang pada akhirnya siswa dapat percaya diri dan mampu bersaing dengan sehat.
Sahabat yang budiman! Dengan demikian, peserta didik dan lulusan yang mengalami lemah mental dalam bersaing dan bekerja keras akibat kenikmatan budaya materialism dan hedonisme yang merupakan tantangan berat pendidikan di era global dapat dihindari, bahkan diantisipasi secaran dini dengan penyiapan yang matang. Untuk mengembalikan ruh pendidikan menuju kebermaknaan, perlu dilakukan 1) pertemuan antara orang tua/wali peserta didik, sekolah, dan masyarakat; 2) pemantapan peran keluarga; 3) pemantapan peran sekolah; 4) pemantapan peran masyarakat; dan 5) penyinergisan keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Pada umumnya sekolah mengundang orang tua/wali murid di awal masuk/setelah penerimaan peserta didik baru dalam rangka membicarakan biaya pendidikan dan di akhir tahun untuk penerimaan raport dan pengembalikan siswa kepada orang tua/wali pada saat siswa telah lulus sekolah. Sebenarnya tidak hanya dua moment itu saja yang dianggap penting.
Sahabat yang budiman! Perlu di agendakan pertemuan dengan wali peserta didik dan masyarakat atau stakeholder sebagai pihak pemakai lulusan untuk merencanakan pembelajaran, memantau proses, dan evaluasi pelaksanaan pembelajaran. Yang menjadi kendala adalah bahwa pertemuan semacam ini tidak memakan biaya yang sedikit dan juga menyita waktu.
Oleh karenanya seharusnya keterlibatan dan perhatian pemerintah sebagai pemegang kebijakan dalam hal ini sangat dibutuhkan untuk duduk bersama mendiskusikan permasalahan-permasalahan pendidikan. Pertemuan sebagaimana gambaran di atas minimal dilaksanakan 3 kali dalam setahun. Pertemuan pertama dilakukan sebelum siswa masuk sekolah. Pertemuan ini dimaksudkan untuk merencanakan pembelajaran dan memantapkan rencana pembelajaran. Orang tua/wali murid memberikan masukan tentang latar belakang sosioekonomi kultural siswa untuk dipertimbangkan dalam rencana pembelajaran.
Sahabat yang budiman! Masyarakat peduli pendidikan/stakeholders dimintai masukan tentang apa yang diharapkan dari lulusan, kecakapan kerja yang seperti apa yang diinginkan pangsa pasar. Stakeholders ini bisa juga merupakan satuan pendidikan yang lebih tinggi yang nantinya akan menampung lulusan suatu sekolah untuk melanjutkan belajarnya.
Pada dasarnya sekolah telah mempunyai rencana yang ditetapkan oleh pemerintah, namun demikian, dapat diperkaya dan dimodifikasi dengan adanya masukan dari orang tua/wali murid dan masyarakat peduli pendidikan. Pertemuan kedua mestinya dilaksanakan di akhir semester untuk memaparkan asekolah kepada orang tua/wali murid dan masyarakat peduli pendidikan serta evaluasi paruh waktu tahun pelajaran.
Sahabat yang budiman! Sekolah perlu mendapatkan dukungan dan bantuan orang tua/wali murid dan masyarakat peduli pendidikan untuk menyukseskan pencapaian tujuan yang telah direncanakan dalam hal mengendalikan perilaku siswa, memantau belajar siswa, dan memantau pergaulan siswa untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, seperti tawuran remaja.
Pertemuan ini sekaligus membahas rencana pelaksanaan pembelajaran semester berikutnya. Jadi, pertemuan ini bukan sekedar membagi buku laporan hasil belajar siswa, tetapi pertemuan yang diselenggarakan dengan intensitas khusus. Pertemuan ketiga merupakan pertemuan untuk membahas hasil pembelajaran selama setahun dalam bentuk evaluasi.
Sahabat yang budiman! Seperti telah disinggung pada bagian sebelumnya, keluarga mempunyai peran kunci dalam membentuk dan mengembangkan ketaqwaan, karakter, watak, kepribadian, budi pekerti, dan sopan-santun berdasarkan nilai-nilai yang terkandung dalam kearifan lokal. Selain itu, keluarga mempunyai waktu yang lebih lama dalam interaksi dengan siswa. Keluarga, khususnya orang tua, harus terus aktif memantau berbagai hal yang dilakukan peserta didik selama di rumah dan berinteraksi dengan masyarakat. Selain itu, keluarga harus memonitor kegiatan belajar peserta didik selama di rumah, termasuk jam belajarnya.
Sekolah mempunyai peran yang sentral dalam pengembangan peserta didik dalam penguagsaan ipteks. Namun demikian, ipteks tidak cukup. Sekolah harus mampu mengidentifikasi, menggali, dan mengembangkan potensi siswa yang menyangkut ranah kognitif, afektif, dan psikomotor dan memberdayakannya untuk menghadapi hidup, kehidupan, dan penghidupan nyata dalam masyarakat, bukan memperdayakan potensi peserta didik hanya untuk menghafal rumus-rumus dan berbagai hal yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan kehidupan nyata sehari-hari peserta didik.
9 Comments
Terima kasih sudah menginspirasi
ReplyDeleteMantap
Deletesama sama gan
DeleteInspirasi yang luar biasa dari Bapak Pendidikan Indonesia
ReplyDeletebetul sekali gan
DeleteTwrima kasih
ReplyDeletePendidikan keluarga sangat berperan penting dalam menentukan karakter anak
Deletesama-sama gan
ReplyDeleteterima kasih , senang bacanya
ReplyDelete