Kisah Inspiratif- Prasangka baik terhadap apapun


Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak, dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup didunia; dan di sisi Allahlah tempat kembali yang baik (surga).(QS. Ali Imran: 14)

Para sahabat laman24.com yang budiman, sampai saat ini kita masih merasa berada dalam kondisi yang aman, udara masih mengalir lancar di darah kita,kesehatan masih memayungi kehidupan kita, kita juga tidak kurang akan makanan dan minuman. Pernahkah kita sejenak memikirkan begitu Allah begitu cinta kepada kita.

Begitu cinta pada makhluk yang tiada akan mampu memberikan apa apa untuk kebesaran Allah. Namun, perhatikanlah betapa kecintaan itu Allah berikan pada semua makhluknya tanpa terkecuali.
Pada kesempatan ini, penulis mengajak kita untuk memahami pentingnya berbaik sangka (husnuzan) dalam kehidupan manusia.

Ada sebuah kisah akan pentingnya prasangka baik dalam menjalin kehidupan yang penuh kebahagiaan.

Pada suatu malam, sekitar pukul sepuluh malam Rahmat baru saja pulang dari kantor tempatnya bekerja. Ada hal yang berbeda yang ia dapatkan. Kali ini Fahri membukakan pintu itu untuknya. Malam-malam sebelumnya, selalu istrinya yang membukakan pintu. Rahmat adalah seorang manajer sebuah perusahaan di kota itu.

Kesehariaannya selalu penuh dengan kesibukan. Pagi harinya ia berangkat pukul enam, disaat Fahri masih tidur lalu pulang kerumah sekitar jam sepuluhan di saat anaknya itu telah tidur kembali. Bisa dikatakan, jarang ia bisa bermain dengan anaknya.

“ Fahri, kenapa belum tidur?” Tanya Rahmat.
“ Belum yah” jawabnya. Ia menceritakan bahwa ia telah menunggu sejak pukul delapan tadi.
“ Fahri, udah malam. Pergilah tidur ke kamar…..”
“ Belum ngantuk yah. Yah, Fahri mau tanya, sebulan ayah di gaji berapa?”
“ Kenapa? Kok malam-malam begini tanya soal gaji ayah. Ya sudah. Coba hitung ya. Tapi, habis ini langsung tidur ya. Dengar baik-baik. Ayah bekerja dalam seminggu selama 6 hari. Sehari selama 8 jam. Setiap jamnya ayah digaji sebesar 40.000 rupiah. Hayoo, jadi gaji ayah sebulan berapa?”.
Fahri pun berlari mencari kertas dan pensilnya. Anak kelas 4 SD itu, tampak bersemangat menghitung-hitung pertanyaan dari ayahnya itu.
“Dapat yah. Segini kan gaji ayah sebulan!”. Anaknya pun berlari sambil melihatkan kertas ditangannya.

“ Wahh..pintar kamu.” Ucap Rahmat sambil mengusap-usap kepala Fahri, anak pertamanya.
Selepas itu, Rahmat pun terus menuju ke kamar. Seperti biasa, ia berencana untuk beristirahat melepas lelah setelah seharian bekerja.
“ Yah! Boleh nggak Fahri minjam 5000 rupiah dari ayah?”
Rahmat tidak menjawab pertanyaan Fahri. Ia hanya menyuruhnya untuk kembali ke kamar dan segera tidur.
“Tapi, yah……”

“ Ayah bilang tidur! Pergi ke kamar!!!” bentak Rahmat pada anaknya.
Fahri begitu terkejut dengan hardikan tersebut. Karena takut, ia pun beranjak kembali ke kamar. Tanpa berpikir lagi, Rahmat kemudian pergi ke kamar mandi. Selepas mandi, ia pun teringat dengan Fahri. Ia menyesal dengan hardikan sebelumnya. Rahmat pun mengunjungi anak kamarnya.

Terdengar suara isakan dari arah dalam. Pelan-pelan ia masuk ke kamar anaknya. Dilihatnya, anaknya itu sedang merangkul kedua lututnya. Rahmat duduk di sisinya. Ia pun meminta maaf atas kejadian tersebut.

“ Maafkan ayah ya. Kenapa sih Fahri minta uang malam-malam begini. Kalau mau beli mainan, besok kan bisa. Yang lebih mahal dari itupun nanti ayah belikan.”

“ Ayah! Aku bukan mau minta uang. Tapi, hanya minjam. Ibu sering bilang, kalau waktu ayah itu mahal. Aku hanya mau bermain ular tangga dengan ayah. Setengah jam saja. Ayah tadi bilang satu jam waktu ayah, dibayar sebesar 40.000 rupiah. Berarti setengah jamnya 20.000 rupiah. Tadi aku buka tabunganku yang seminggu ini aku simpan. Tapi, masih kurang 5.000 lagi. Makanya aku mau minjam yang kurang itu dari ayah. Nanti jika sudah ada uang Fahri ganti….”. Ucap Fahri dengan terisak isak.

Rahmat hanya terdiam dengan mendengar jawaban itu. Rahmat pun lalu memeluk Fahri erat-erat.
Sahabat laman24.com yang budiman, Allah telah memberikan kita pikiran dan hati, tidak lain tujuan adalah agar kita bisa memahami antara satu dengan yang lain. Jangan pernah, menetapkan suatu peristiwa itu sebagai suatu kesalahan ataupun permasalahan sebelum kita membiarkan otak kita berpikir dan membiarkan hati kita memberikan kebenaran terhadap hal tersebut.

Begitu yang terjadi pada Rahmat, pekerjaan dan kesibukan dunia telah melupakan ia terhadap tujuan apa yang sebenar-benarnya ia cari. Kita bekerja, belajar menuntut ilmu, saling membantu antar tetangga, tujuannya ialah mendapatkan kebahagiaan.

Kebahagiaan yang akan melapangkan hati kita saat berjumpa dengan sesama saudara kita, sehingga membuat kita terus bisa tersenyum memberikan wajah yang ramah kepada siapapun.

Tapi, jikalah kita bekerja dengan mati-matian. Tidak ada waktu bersosial dengan tetangga. Terus mendapat penghasilan kemudian sikap kita tidak pernah baik kepada orang lain karena di setiap langkah terus saja terpikir dengan tugas-tugas kantor yang memusingkan. Maka, sebaiknya berpikir ulanglah untuk melanjutkan pekerjaan itu.

Nikmatilah kebahagiaan yang kita dapatkan melalui profesi kita dan juga tetap berikan perhatian dan waktu untuk kebahagiaan keluarga, saudara kita dan orang-orang yang terdekat dengan kita.
www.laman24.com

Post a Comment

4 Comments