Kenali 6 Pemicu Stres (stresor) dan Cara Mengatasinya


Sahabat yang budiman! Pemicu stres (stresor) adalah gejala-gelala yang tampak dan terjadi pada diri seseorang  yang merupakan situasi dan kondisi yang mengurangi kemampuan seseorang untuk menikmati rasa ceria, bahagia, nyaman, rileks  ataupun tenang .

Gejala dan situasi serta kondisi yang dimaksud merupakan gejala yang akan mempengaruhi kualitas hidup seseorang yang akan berdampak pada kepribadian orang tersebut. Tingkah laku dan pembawaan  orang yang sedang mengalami stresor  cenderung fluktuatif, labil, bahkan depresi.

Pada saat tertentu, mereka akan kelihatan sedih, murung, dan tidak fresh. Di waktu yang lain, mereka akan merasa cemas, galau, khawatir bahkan terkadang ketakutan. Terkadang makan tidak enak, duduk tidak nyaman, tidur tidak nyenyak dan mondar-mandir tanpa tujuan  jelas kemana kaki akan mereka langkahkan.

Sahabat  yang budiman! Stresor sebenarnya bukan sesuatu yang baru dalam peradaban dan kelangsungan hidup manusia didunia ini. Stresor pasti tetap  pernah menjadi momok yang berbahaya pada semua orang dalam hidupnya.  Stresor juga  sudah pasti pernah menghampiri dan singgah pada semua orang yang ada didunia ini.

Keadaan dan kondisi yang disebabkan oleh stresor tersebut akan sangat mempengaruhi kualitas hidup seseorang yang yang cenderung berubah drastis walaupun bersifat sesaat dan fluktuatif. Tetapi dengan perubahan sesaat tersebut sebenarnya sudah menjadi beban yang berat bagi dirinya dan juga orang lain di sekelilingnya.

Stress dapat disebabkan oleh berbagai hal dan kejadian. Tetapi, 6 pemicu stres (stresor) yang dimaksud adalah sebagai berikut:

1.Perubahan lifestyle

Sahabat yang budiman! Perubahan gaya hidup (lifestyle) akan sangat memicu adrenalin seseorang yang cenderung fluktuatif dan tidak dinamis tanpa melihat dan memfilter lagi siapa dirinya. Manusiawi sebenarnya bila seseorang akan sangat terpengaruh oleh perubahan lifestyle yang sangat drastis dari orang lain. Orang akan tetap senang dan bahagia apabila bisa tampil sempurna (perfeksionis).

Tetapi dengan mengikuti gaya hidup orang lain  tanpa melihat dan mengukur  kemampuan dirinya tentu akan berdampak fatal terhadap kelangsungan hidup dirinya.  Trend yang terjadi saat ini memang benar adanya bahwa mengikuti gaya hidup orang lain yang cenderung modern dan perfeksionis akan meningkatkan prestise(gengsi) diri.

Sementara, konsep awal untuk mencapai tujuan yang belum tentu berhasil akan turut dipengaruhi oleh perubahan gaya hidup itu sendiri. Muncul kerisauan dan kekhawatiran tentang keberhasilan dan cara mewujudkan keberhasilan itu sendiri. Hal inilah yang memicu tingkat stres menjadi meningkat.

Sahabat yang budiman! Kebutuhan dan keinginan seseorang akan perubahan lifestyle terkadang akan menjadi trigger (pemicu) seseorang berubah dari sifat aslinya. Yang berbahaya adalah ketika kemampuan kita mendukung perubahan lifestyle tersebut maka yang terjadi adalah jiwa tidak tenang dan hati tidak tentram.

Rasa tidak tenang dan tidak nyaman tersebutlah sebenarnya yang merupakan gejala stres yang mulai muncul dalam diri kita. Hal ini tidak boleh dibiarkan terjadi terus menerus dan selalu menghantui diri kita.

 Mulailah berpikir realistis tentang arti kehidupan. Hidup adalah untuk berpikir dan berjuang agar hidup kita lebih baik lagi kedepannya. Hidup bukan untuk sekedar ikut-ikutan dengan perubahan yang ada, tetapi hidup harus berjuang untuk mencapai sesuatu agar tetap eksis ditengah perubahan lifestyle yang ada.

2.Beban kerja yang overload

Sahabat yang budiman! Suatu hal yang biasa dan sangat lumrah apabila dalam sebuah kantor atau lembaga pemerintahan/perusahaan memberikan tanggung jawab pada satu orang (orangnya itu-itu saja). Begitu juga dengan penunjukkan seseorang yang barangkali mampu dan capable dalam mewujudkan visi dan tujuan akhir perusahaan.

Secara psikologi, seseorang yang mendapatkan porsi kerja lebih besar akan menambah citra dan kualitas dirinya didepan orang lain dan sekaligus akan menjadikan dirinya menjadi orang-orang yang teruji.

Hati-hati dengan semua itu! Dengan bertambahnya beban kerja yang dilimpahkan pada diri kita maka secara otomatis akan menambah beban dan porsi kita bekerja. Beban kerja yang banyak juga akan mempengaruhi pola kerja dan manajemen waktu yang digunakan untuk menyelesaikannya.

Sahabat yang budiman! Beban kerja yang sangat banyak dan melimpah (overload) adalah salah satu pemicu untuk tidak nyaman dan tenang. Awalnya kita memikirkan bagaimana dapat menyelesaikan semua tugas dan kewajiban tersebut. Setelah itu kita akan membuat skala prioritas pekerjaan. Kemudian menganalisis target dan capaian yang akan diraih. Terakhir mungkin kita juga akan berpikir, sanggup atau tidak kita mewujudkan semua proses yang akan kita laksanakan.

Terakhir, muncul dan timbul rasa khawatir dan cemas kalau kita tidak dapat mewujudkannya, bagaimana penilaian orang terhadap kita seandaainya kita gagal, punishment apa yang akan kita terima, siapa yang akan ditunjuk untuk proyek selanjutnya karena kita telah gagal, dan lain-lain.

Beban kerja yang berat dan berlebih telah membuat dan menimbulkan keresahan dalam diri kita sehingga rasa nyaman hampir tidak ada lagi dalam waktu kita.

Semuanya berubah menjadi beban pikiran. Beban kerja telah menjadi beban pikiran kita yang sangat mengganggu hidup kita.  Beban kerja telahmenguras energi rohani kita sehingga kita ketenangan pun hampir sudah tidak ada lagi. Yang ada justru, rasa resah dan gelisah akan kegagalan menyelesaikan semua beban kerja yang diembannya mulai menghantui hidup kita.
sabahat laman24 yang budiman! Dalam situasi demikian, cara terbaik yang dapat dilakukan adalah  selalu terpikir bagaimana cara terbaik menyelesaikan tugas dan tanggung jawab beban kerja yang kita emban, dead line waktu penyelesaian dan dampak keberhasilan yang akan kita dapatkan.

Mulai berpikir realistis bahwa tidak semua hal dapat kita lakukan dalam waktu bersamaan karena kita juga butuh waktu untuk istirahat, bersosialisasi dengan orang lain, liburan, dan juga dukungan dari orang-orang yang kita cintai dan dekat dengan diri kita.

3.Kegagalan dalam mewujudkan mimpi

Sahabat yang budiman! Banyak ungkapan kegagalan yang ada saat ini, seperti: kegagalan adalah keberhasilan yang tertunda, belajarlah dari kegagalan, kesuksesan selalu berawal dari kegagalan, kegagalan bukan akhir segalanya, dan lain-lain.

Semua ungkapan tersebut adalah benar adanya. Tetapi untuk beberapa kasus kegagalan tidak dapat di generalisir menjadi sesuatu yang dapat menambah semangat baru dalam berkarya. Kegagalan justru akan menjadi pemicu jiwa dan hati kita untuk tidak melakukan apapun dan menjadikan kita semakin terpuruk dalam keadaan yang menyedihkan.

Sahabat yang budiman! Cita-cita dan mimpi yang pernah kita gelorakan ternyata tidak sama dengan realita yang ada. Banyak cerita realita kehidupan yang tidak sesuai dengan ekspektasi awal. Inilah salah satu pemicu stres yang apabila tidak segera dapat jalan keluarnya akan membahayakan diri kita dan juga orang-orang disekeliling kita.

Jalan keluar yang baik dari semua itu adalah mencoba untuk melakukan hal yang sama walaupun dengan cara berbeda. Kita juga harus lebih berhati-hati agar tidak terperosok dalam lubang yang sama. Hal ini bermakna bahwa tidak ada istilah putus asa dalam berjuang dan mengembangkan potensi diri kita. Kegagalan sebelumnya menjadi kartu kuning buat kita agar lebih berhati-hati dalam bersikap dan mengambil kesimpulan.

4.Konflik kepentingan

Sahabat  yang budiman! Dalam mencapai suatu visi organisasi ternyata memang banyak cara dan gaya yang harus dilakukan. Cara yang tepat akan menghasilkan sesuatu yang maksimal. Bertahan dengan kualitas terkadang akan menghampat kuantitas, tetapi menambah kuantitas juga akan terjadi sebaliknya.

Dalam sebuah team work juga berlaku demikian. Ketika keinginan mewujudkan visi itu lebih diprioritaskan dari rencana semula. Maka gejolak dan konflik biasanya akan terjadi dalam sebuah team work. Banyaknya ide dan cara yang dikemukakan membuat kita terkadang bingung dan bimbang dalam memilih cara dan metode yang diusulkan tersebut.

Sahabat yang budiman! Pertimbangan tentang realisasi visi organisasi kadang melahirkan perdebatan yang sangat sengit dan menimbulkan ketidakpuasan dari beberapa anggota. Banyak yang tetap ingin konsisten dengan cara menjaga kualitas organisasi tanpa mempercepat realisasi visi organisasi, tetapi dalam waktu yang bersamaan juga banyak yang menginginkan visi terealisasi dengan sedikit mengorbankan konsistensi dan kualitas organisasi.

Sebagai pimpinan ataupun anggota organisasi tersebut, kita jadi ikutan khawatir dan cemas apabila salah satu cara dipilih dan ternyata cara tersebut tidak cukup efektif untuk merealisasikan visi organisasi yang baik. Alhasil, konflik kepentingan dalam organisasi ini memicu kita untuk cemas, gelisah dan stres sehingga kita tidak nyaman dan tidak enjoy dengan lingkungan dan budaya organisasi ditempat kita bekerja.

Sahabat yang budiman! Untuk mengatasi hal tersebut sebaiknya kita lakukan analisis SWOT yang barangkali akan menjadi pertimbangan awal sebelum kita mengambil sebuah kebijakan atau keputusan. SWOT adalah singkatan dari Strengths (kekuatan), Weaknesses (kelemahan), Opportunities (peluang), dan Threats (ancaman).

Sahabat yang budiman! Analisis SWOT mengatur kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman utama Anda ke dalam daftar yang terorganisir dan biasanya disajikan dalam bilah kisi-kisi yang sederhana.

5.Lingkungan kerja yang kurang kondusif

Sahabat yang budiman! Lingkungan kerja yang gaduh dan tidak nyaman terkadang  berpengaruh signifikan dengan ketuntasan seseorang dalam menjalankan tugas dan kewajibannya yang akhirnya akan membuat kita depresi. Benar adanya bahwa semua pekerjaan memiliki tingkat stres sendiri-sendiri, baik itu tinggi maupun rendah, sering atau jarang. Namun, ketika  semakin hari kita semakin merasa lelah, stres, tertekan, depresi, dan tidak bersemangat lagi dengan pekerjaan tersebut berari ada sesuatu yang salah dengan lingkungan kerja kita.

Sebenarnya lingkungan kerja yang tidak kondusif bukanlah sesuatu yang baru dalam tatatan organisasi. Pemicunya pun bermacam-macam. Ada yang beraroma persaingan/kompetisi, iri hati, dengki dan juga sifat-sifat tidak baik lainnya yang hanya akan merugikan semua anggota organisasi itu dan bahkan dapat merugikan organisasi secara keseluruhan.

Sahabat yang budiman! Dalam kondisi seperti ini maka gejolak depresi pasti akan muncul dalam diri kita yang dapat memicu stres. Cara terbaik adalah pindah dan segera pilih tempat baru yang lebih nyaman dan lebih humble atau kalau perlu berhenti dari pekerjaan dengan lingkungan seperti itu dan cari pekerjaan lain dengan kondisi lingkungan kerja yang lebih nyaman.

Barangkali pindah atau berhenti bukan sebuah pilihan yang baik. Langkah selanjutnya adalah kita yang harus menciptakan suasana kondisif ditempat kita bekerja. Ajak semua anggota organisasi untuk saling berkomunikasi dan berdiskusi dengan sebaik-baiknya sehingga pada akhirnya tercipta suasana kerja yang baik dan kondusif.


6.Lingkungan Masyarakat yang labil

Sahabat yang budiman! Lingkungan masyarakat tempat tinggal kita juga akan menjadi pemicu depresi buat hidup kita. Apalagi kalau ternyata justru kita yang salah memilih tempat tinggal. Akibatnya akan sangat fatal buat diri kita dan keluarga kita.

Sebagian orang akan tetap nyaman dan tenteram dimanapun mereka tinggal. Karena mereka mudah untuk bersosialisasi dengan orang lain dan terbiasa dengan keramaian dan suasana ribet. Tetapi sebagian lain tempat tinggal yang ramai dan ribet justru dapat memicu depresi yang berlebihan.

Sahabat yang budiman! Cara terbaik adalah mencari tempat tinggal yang lingkungannya stabil dan tidak banyak menimbulkan kegaduhan dalam hidup kita. Persepsi nyaman antara satu orang dengan orang lain pasti akan berbeda-beda sehingga nyaman terkadang sangat sulit untuk diukur.

Semoga menjadi inspirasi buat kita semua.


Post a Comment

6 Comments